Judul Buku : Langit dan Bumi Sahabat Kami
Penulis : Nh. Dini
Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1998
Tebal Buku : 139 halaman
Peresensi : Eunike Triviani Gunawan
Bahan kebutuhan pokok di Indonesia pada masa peperangan sangat susah didapatkan. Sekali mendapatkan, penduduk harus memutar otak untuk mengolahnya sebaik mungkin. Bagaimana tidak? Yang diolah adalah beras yang penuh ulat.
Untungnya, ibu Dini pandai sekali memasak. Makanan apa pun pasti enak rasanya. Meskipun hanya sayur bening yang tersedia, keluarga Dini sudah puas dengan itu. Dini juga dengan rajin membantu pekerjaan ibunya di dapur. Dia sering mencari daun-daun di kebun untuk dijadikan sayur.
Keadaan ini sudah menjadi kebiasaan untuk Dini. Begitu pula Nugroho dan Teguh, dua kakak lelaki Dini, mereka mulai terbiasa dengan kehidupan yang penuh kesukaran. Memakan makanan pokok yang sebenarnya kurang layak dikonsumsi dan susah sekali mendapatkan kesejahteraan hidup.
Memang iya, novelis Indonesia yang bernama lengkap Nurhayati Sri Hardini Siti Nurkatin ini, menuangkan sebagian kisah hidup di masa kecilnya sendiri dalam novel cerita kenangan berjudul “Langit dan Bumi Sahabat Kami”. Pembaca diajarkan untuk mencintai dan menghormati bumi serta Tuhan penciptanya (halaman 78). Apalagi bila dihadapkan dengan kehidupan kita sekarang yang sudah penuh dengan kecukupan, seringkali kita masih tidak memperhatikan lingkungan di sekitar kita dan tidak mensyukuri apa yang telah disediakan Tuhan lewat bumi ini bagi kita.
Dini juga mengisahkan fenomena yang terjadi pada zaman peperangan. Dari kesulitan mendapatkan bahan pangan, musim kering yang datang secara tiba-tiba, penangkapan penduduk oleh NICA secara besar-besaran, dan masih banyak lagi. Seakan-akan pembaca dapat mempelajari sebagian sejarah Indonesia pada zaman dahulu.
Namun Dini tidak hanya menceritakan tentang kesengsaraan hidup seluruh penduduk, dia juga menuangkan rasa cinta dan rindunya itu. Cinta? Bukankah Dini masih berumur 10 tahun saat itu? Iya, Dini memang masih kecil saat itu, tapi ini bukanlah sembarang cinta. Dia mengisahkan betapa dia mencintai keluarganya dan rasa rindu terhadap kedua kakak perempuannya, Maryam dan Heratih, yang sudah lama tak jumpa karena harus tertahan di rumah Paman Ayahnya.
Novel ini dikemas dengan rapi oleh Dini. Bahasa yang digunakan mudah untuk dipahami sehingga pembaca dapat mengikuti alur cerita. Maklum, Dini sudah mengungkapkan pikiran dan perasaannya dalam bentuk tulisan sejak kelas 3 SD (halaman 68), sehingga novel-novelnya menarik untuk dibaca.
Penulis lebih dari 20 karya ini juga tak lupa untuk menyelipkan kalimat-kalimat yang mengandung moral tinggi dalam setiap novel yang ditulisnya. Khususnya novel “Langit dan Bumi Sahabat Kami” ini yang membahas mengenai rasa syukur mereka terhadap karunia Tuhan Yang Maha Esa (halaman 64).
Agak disayangkan, terdapat beberapa peristiwa yang tidak dijelaskan dalam novel ini. Dikarenakan peristiwa tersebut sudah dikisahkan dalam dua novel sebelumnya, yaitu “Sebuah Lorong di Kotaku” (Gramedia, 1986) dan “Padang Ilalang di Belakang Rumah” (Gramedia, 1987). Jadi, novel ini merupakan novel ketiga dari seri cerita kenangan Dini.
Novel “Langit dan Bumi Sahabat Kami” sangat cocok untuk penggemar cerita-cerita ringan karena alurnya tidak terbelit-belit. Oleh karena itu, sangat nyaman apabila dibaca saat waktu luang atau liburan yang terkadang membosankan. Sebab novel ini mengajak pembaca berimajinasi ke zaman peperangan, bagaikan ikut merasakan keadaan di sana.
Comments